Pada abad ini orang semakin dikuasai oleh dunia iptek, yang muncul adanya, hidonisme, materialisme, dsb. Hubungan antar manusia saling melukai, menyakiti dan menghabisi, yang tanpa rasa berdoa lagi. Nilai-nilai kehidupan menjadi kabur, manusia tidak punya “hati” lagi terhadap sesamanya. Agar eksis manusia meniadakan manusia yang lain. “homo homini lupus” manusia menjadi serigala manusia yang lain. Kondisi demikian menggambarkan bahwa setiap anggota masyarakat belum tumbuh atau sudah mati (sikap) kesadaran sebagai “saudara” satu dengan yang lain. Bila tidak segera dipulihkan kondisi cacat marat tersebut, maka negara Indonesia tercinta akan tinggal kenangan.
Sebuah komunitas/keluarga akan menjadi runtuh bila tanpa dilandasi persatuan dan persaudaraan sejati antar anggota keluarga, sebuah komunitas akan menjadi berantakan kalau antar anggota saling acuh, berkelahi, curiga.
Sebuah gereja baru akan berkembang bila seluruh fungsionaris paroki, dewan, dan umat serta gembala saling bekerja sama. Maka dalam setiap bentuk komunitas tersebut lebih maju dan berkembang.
- Arti persaudaraan sejati
Dasar Biblis: Yoh 15:14-15
“kamu adalah sahabatku………….Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengarkan dari BapaKu”.
Sabda Yesus kepada para murid tersebut, menggambarkan pengharapan terhadap pribadi para murid. Mereka bukan dianggap “hamba” yang punya konotasi “kelas bawah”, yang punya peran tambahan saja, tetapi dipandang sebagai sahabat. Sahabat adalah pribadi yang berpengaruh terhadap hidupku dianggap sebagai “orang penting” tanpa engkau aku tak bisa berbuat apa-apa.
Menganggap seseorang adalah sahabat, bearti memberi harga, nilai yang tinggi atas memanusiakan manusia.
Selanjutnya Yesus terbuka pada para murid apa yang Yesus ketahui para murid juga mengetahui pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku. Yesus mengkhususkan para murid, mendidik, memberikan teladan secara khusus apa yang diketahui dan dihayati Yesus tentang Bapa, disharingkan kepada mereka, perasaan marah, tidak sependapat, ditunjukan oleh Yesus. Perilaku Yesus yang tegas, lembut, penuh kasih, juga tidak ditutupi olehNya. Ranah intelektual, afeksi, motorik, dari pribadi Yesus yang diekspresikan secara terang-terangan dan dengan tulus ikhlas, sehingga para murid “melihat dan percaya kepada Yesus”. Makna persaudaraan sejati tersebut menjadi model di seminari. Model inilah yang dijiwai oleh persaudaraan yang sejati terwujud dalam sikap, saling mengenal, saling melayani, saling berbagi rasa, saling memberi ruang untuk bertumbuh dan berkembang.
- Nilai-nilai persaudaraan sejati
a. hidup adalah pelayanan
seseorang akan sampai pada keselamatan dan kebahagiaan kalau seseorang mau melayani satu sama lain, bukan hanya sekedar melayani tetapi memberikan pelayanan yang lebih baik dan benar berdasarkan cinta kasih yang tidak berkesudahan.
b. pintu yang sempit
hidup itu adalah perjuangan bahwa melalui pintu yang sempit dalam arti tidak menanggung “beban” lebih-lebih beban dosa-dosaku, ketidakdisiplinanku, kemalasanku, nafsu-nafsuku yang tidak teratur, ketidaksetiaanku, ketidaktekunnanku, dst……..
c. untuk semua itu perlu rasa tobatku yang mendalam yang kuwujudkan dalam kesaksian hidupku sebagai orang beriman. Bicara soal iman, berembuk bersama, ya soal iman.
d. Menjalani hidup panggilan adalah suatu proses yang membutuhkan waktu dan perlu bekerjasama dengan rahmat Allah yang kutemukan dalam peristiwa-peristiwa hidupku setiap hari maka yang terjadi adalah rencana Allah dalam hidupku bukan rencanaku.
Sr. Marie Elise, OSU
Readmore